Surabaya, suarapublic.com - Upaya baik yang dilakukan oleh Kapolda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto mengundang sejumlah pimpinan Perguruan Silat se-Jawa Timur harus diapresiasi. Pertikaian antar-perguruan Silat yang sampai menimbulkan korban jiwa harus disudahi.
Demikian disampaikan Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI Farid Makruf, MA di aula Polda Jatim, Jl. Ahmad Yani, Surabaya, Kamis (16/3/2023).
“Pertikaian yang sampai menimbulkan korban jiwa antar-perguruan silat di Jawa Timur sudah menjadi isu nasional. Bahkan Presiden Joko Widodo mempertanyakan itu pada kesempatan kami, saya dan Kapolda menemani beliau. Ini harus kita sudahi,” kata Pangdam.
Ia juga menyampaikan bahwa Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono menyampaikan keprihatinannya atas pertikaian yang berlarut-larut itu.
“Panglima TNI mengaku malu di daerah kelahirannya ada masalah seperti itu. Olehnya Panglima meminta kami bisa segera mencari jalan keluar untuk masalah ini,” ungkap mantan Kepala Penerangan Kopassus ini.
Kepada pimpinan Perguruan yang hadir dalam pertemuan itu, ia meminta untuk dapat mengawasi anak-anak asuhnya. Itu agar kasus-kasus serupa tidak akan terjadi berulang-ulang.
“Pemimpin itu harus memiliki kebesaran hati. Pemimpin harus mampu membimbing murid agar terkontrol. Pemimpin tidak boleh mengajarkan perselisihan. Pemimpin yang baik itu harus mampu kendalikan anak buah, hemat Pangdam Brawijaya.
Danrem 132/Tadulako 2020-2021 ini melihat pencak silat adalah seni dan merupakan karya budaya yang luhur dari bangsa kita. Sebagai seni tentu itu harus bermanfaat bukan merusak. Olehnya, Farid meminta kehormatan dan kepribadian yang baik menjadi dasar dari segala tindakan mereka. Jangan sampai karena berkelompok terus merasa kuat dan besar sendiri sehingga maunya menang sendiri lalu ujung-ujungnya bertindak anarkis.
Pada kesempatan itu, ia juga menekankan mengapa anak asuh harus dijaga dengan baik. Itu mengingat mereka masih berusia muda. Rata-rata belasan tahun. Bila mereka sudah tersangkut tindak pidana di usia muda, ini akan mempengaruhi pertumbunan mental mereka. Lagi pula bila ada anak asuh yang tersangkut kasus hukum yang pusing adalah orang tua mereka, bukan perguruan silatnya.
Sebagai aparat keamanan yang diberi hak oleh negara, imbuh Farid, mereka bisa saja melakukan represi atau tindakan hukum, tapi itu adalah jalan terakhir. Aparat hukum mendahulukan soft approach, pendekatan lunak melalui jalan dialog dan pembinaan. Meskipun sudah ada yang mengancam aparat saat ada anggotanya yang ditangkap.
“Kalau mau represif, Polda Jatim punya 30 ribuan pasukan dan Kodam Brawijaya punya 26 ribu pasukan. Tapi kami tidak ingin jalan penyelesaian seperti itu,” tandasnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data Kapolda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto sudah ada korban jiwa dari pertikaian yang tak kunjung usai itu. Ada ratusan mengalami luka berat dan ribuan luka ringan. Bahkan sampai saat ini ada yang masih kritis karena menjadi korban serangan dalam pertikaian antar-perguruan ini.
“Para pelaku yang kami tangani rata-rata berusia belasan tahun. Kasian mereka kalau sudah tersangkut kasus hukum. Masa depannya bisa suram. Jadi, ini harus segera disudahi. Jangan lagi terus terjadi berulang,” demikian Irjen Pol Toni Harmanto.
Sementara itu, para pimpinan Perguruan Silat yang diundang menyebutkan bahwa mereka rata-rata sudah membentuk paguyuban antarperguruan di wilayah masing-masing untuk mengatasi masalah itu.
Hanya saja, seperti yang diungkapkan oleh beberapa Kapolres yang hadir, paguyuban tidak berjalan dengan baik. Ditambah lagi para pimpinan tidak bisa didengar anak buah, sehingga saat terjadi pertikaian mereka tidak bisa menjadi penengah. Rill/RED