Jakarta, suarapublic.com - Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly tegaskan pentingnya pemanfaatan data pemilik manfaat dan pencatatan pemilik manfaat (Beneficial Ownership).
Hal itu disampaikan Yasonna dalam acara Penandatanganan Komitmen Pelaksanaan Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024, di Gedung Juang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (8/3/2023).
“Upaya pengawasan pemilik manfaat dan pencatatan pemilik manfaat (Beneficial Ownership) yang dilaksanakan Pemerintah Indonesia merupakan bagian dari skema pencegahan money laundering dan terrorist financing yang sesuai dengan standar internasional,” ungkap Yasonna.
Yasonna menuturkan, kebijakan itu diatur dalam Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
“Pada dasarnya bertujuan untuk melakukan identifikasi terhadap individu yang menjadi pemegang kekuasaan tertinggi dan memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan korporasi, termasuk mengidentifikasi penerima manfaat dari korporasi,” ujar Yasonna.
Adapun pengawasan dan pencatatan beneficial ownership memiliki empat fungsi utama yaitu, identifikasi, transparansi, proteksi, dan fungsi leverage.
“Kami berusaha memastikan Indonesia memiliki sistem pengawasan serta pencatatan beneficial ownership yang komprehensif, efisien, akurat, memenuhi standar internasional, serta efektif sebagai salah satu unsur penegakan hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat, pelaku usaha dan investor,” pungkas Yasonna.
Pemanfaatan data pemilik manfaat dan pencatatan pemilik manfaat (beneficial ownership) merupakan salah satu aksi dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK).
Seluruh korporasi didorong memanfaatkan data beneficial ownership sebagai salah satu upaya pencegahan korupsi, pencegahan terjadinya pencucian uang dan atau penyembunyian kekayaan. Rill/RED