Jakarta, detikdkj.com - Usai diyatakan lolos 20 besar calon pimpinan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), sosok Pahala Nainggolan kembali mendapat sorotan.
Setelah ICW membuka bobroknya di berbagai media massa, kini giliran berbagai elemen masyarakat yang memberikan penilaian negatif terhadap Deputi Pencegahan KPK tersebut.
Terlebih, belakangan telah adanya laporan polisi yang dilakukan oleh MAKI ke Bareskrim Polri yang dilakukan pada Juli 2024 lalu. Dalam laporan dengan Nomor: STTL/237/VII/2024/Bareskrim, Pahala Nainggolan beserta mantan Ketua KPK Agus Rahardjo diduga melakukan tindak pidana penyalahgunaan kekuasaan sebagaimana diatur Pasal 421 KUHP.
Dan laporan ini tampaknya terus ditindaklanjuti oleh penyidik Bareskrim. Hal ini ditandai dengan adanya surat panggilan kepada pihak Bumigas Energi untuk dimintai keterangan pada Senin 9 September 2024 lalu.
Menanggapi adanya proses penyelidikan tersebut, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menyebutkan secara khusus kepada awak media menyatakan, kasus yang membelit Pahala Nainggolan sangat kontroversial dan tidak bisa dilihat secara personal.
"Kasus ini bukan sekadar soal etik, tapi masuk ke ranah pidana," ujar Julius Ibrani, Ketua Perhimpunan Bantuah Hukum Indonesia kepada awak media, Selasa (17/9/2024).
Dia mengatama kasus tersebut bisa menghambat dan menyandera kinerja KPK dikemudian hari jika tidak dituntaskan. "Terlebih kasus yang menyeret nama Pahala Nainggolan," kata Julius.
Menurutnya, Pahala Nainggolan dilaporkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) ke Mabes Polri, dalam kaitan sengketa PT Geo Dipa Energi (Persero) dan Bumi Gas Energi pada proyek pengelolaan panas bumi di Dieng Jawa Tengah dan Patuha Jawa Barat.
Lanjutnya, sampai saat ini laporan MAKI itu masih berproses. "Jadi sebaiknya, apabila kita berharap KPK ini bersih, beres 100 persen total, maka sebaiknya sama sekali tidak ada masalah yang dihadapi," paparnya.
Apalagi, katanya, saat ini ada sejumlah nama yang terindikasi melakukan pelanggaran etika. Bahkan, menjurus pada tindak pidana seperti yang dilaporkan MAKI pada Pahala Nainggolan. "Sewaktu-waktu ketika dia bertugas dan terpilih menjadi pimpinan, tentu dia harus cuti.
Dia terganggu kinerjanya. Jadi problematikanya disitu. Ada sangkutan persoalan hukum kemudian sangkutan hukum itu berproses, maka dia tidak bisa melaksanakan tupoksinya. Itu yang jadi masalah," tegas Julius meminta Pansel Capim KPK agar tidak gegabah meloloskan nama-nama yang diindikasikan bermasalah.
"Siapapun yang terlibat dalam masalah hukum harus ditindak. Kalau di tengah jalan dia terpilih tapi proses hukum yang dijalaninya kemudian berproses bagaimana?" sambungnya mengingatkan.
Seleksi Capim
Dalam kaitan seleksi Capim KPK, Julius menyebut kemungkinan Pansel Capim KPK memiliki maksud dan tujuan berbeda.
"Artinya dia (Pansel Capim KPK) memang melihat hal yang lain. Hujan dan lahar di depan mata di atas kakinya dia tidak bisa lihat, tetapi dia tetap memaksa menerabas itu semua. Artinya ada titipan-titipan tertentu dari kekuasaan yang lebih tinggi daripada dia" ucap Julius memaknai.
Dia kemudian membongkar sedikit bahwa beberapa nama panitia seleksi adalah komisaris BUMN.
"Tentu tidak akan fairplay dalam menjalankan tugasnya. Komisaris BUMN itu posisi yang subordinatif di bawah Kementeriaan BUMN, pasti ada kepentingan," ujarnya.
Dari alasan itu pula Julius meminta kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, agar laporan MAKI terhadap Pahala Nainggolan diproses dengan cepat dan tegas.
"Siapa yang bersalah dan yang tidak bersalah supaya ketahuan," tegasnya.
Hal itu menjadi penting agar Pansel Capim KPK tidak bermain-main didalam menentukan sosok.
"Kan, Pansel juga bisa ngeles dia sana-sini, tapi kalau laporan di Bareskrim sudah ada hasilnya dapat diperjelas, dia gak bisa ngeles lagi. Bareskrim tegas sajalah, kalo ini naik penyidikan, siapa tersangka langsung saja diumumkan agar kita bisa katakan orang-orang ini harus ditolak gitu loh. Supaya ada kepastian hukum," pungkasnya.
Artinya perlu kepastian hukum yang tegas? Oh, jelas dong. Ini kan bagian dari konsep kepastian hukum yang kemudian berdampak bukan hanya kepada peristiwa atau orang-orang yang diperiksa atau orang-orang yang menjadi korban dalam peristiwa hukum itu, tetapi juga bagi si calon itu sendiri. Tapi bahkan bagi KPK dan bagi pemberantasan korupsi, bagi hak asasi kita semua dan APBN.
Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Stagnan
Perlu diketahui, sepanjang Pahala Nanggolan menjabat Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, kinerja Lembaga Anti Rasuah tersebut tidak menunjukan performa yang bagus. Hal ini ditandai menurunnya Indeks Persepsi Korupsi 2023.
Berdasarkan data Transparency International, tecatat Indeks Persepsi Korupsi 2023 atau Corruption Perception Index (CPI) kinerja IPK Indonesia mengalami penurunan dengan skor 34. Adapu peringkatnya melorot dari 110 tahun 2022 menjadi 115 di tahun 2023 dari 180 negara. Rill/Red
Semangat
ReplyDelete